Tentang Atta Sang Pangeran Tampan

Tampan dan bersahaja, itulah aku, Atta Ardiwinata. (source)

“Aku akan selalu support dan membantumu, Din. Kamu itu sahabatku, segalanya.”

Pada seruput kopi pertama di pagi harinya, Dinda kemudian teringat dengan perkataan Putri. Dari semua kesulitan hidup Dinda, mungkin soal harga dirilah yang sedang dipertaruhkan. Maukah Putri menepati janjinya?

“Demi anakku. Dan segenap keluargaku. Putri, kamu mau, kan?”

-----

Atta Ardiwinata adalah bintang selanjutnya di Instagram. Dengan modal ketampanan, kemakmuran, serta kepintarannya dalam berbisnis, siapa gerangan yang tidak terpaut dengannya?

“Abang anak arsitek, ya? Bisa gak jadi pondasi rumah tanggaku nanti?”

“Maukah kamu menemaniku untuk menikmati kesempurnaanmu itu?”

“Ha ha ha.”

“Kenapa, sayang?”

“Biasa, bacain gombalan netizen. Hiburan banget, lho.”

“Awas ya, jangan sampai kepincut!”

“Aku cuma sayang sama kamu aja, kok.”

Atta dan Rania, semua orang mendambakan keharmonisan pasangan sempurna tersebut. Kata mereka, Rania cantik dan inspiratif. Tentunya mereka merasa sah-sah saja jika ia berjodoh dengan Atta. Serangkaian doa demi terjadinya pernikahan di antara mereka, selalu dipanjatkan di media sosial oleh para warganet. Semua mendambakan postingan berisi rangkaian kehidupan baru Atta dan Rania. Semua ingin tahu seperti apa kehidupan sehari-hari anak konglomerat jika berumahtangga dilihat dari feeds dan story.

---


“Atta, hari ini kita meeting ngobrolin wedding, yuk. Sama Tante Putri. Bisa, kan?”

“Boleh. Tanpa Rania, gak apa-apa kan, Ma? Rania lagi ada luar kota.”

“Gak apa-apa, kalau mau ada obrolan sama Rania, kan tinggal video call aja.”


Ting!

Bel rumah berbunyi. Membuat seorang asisten rumah tangga bergegas membuka pintu utama. Majikannya sudah berpesan untuk segera menyambut Putri dan membawanya langsung ke ruang makan. 

Hari itu, Dinda mengundang Putri ke rumah untuk rapat persiapan pernikahan. Dinda sudah menyiapkan makanan-makanan teristimewa untuk sahabatnya tersebut. Putri bukan sekadar sahabat, tapi sudah seperti saudara kandung sendiri. Untuknya, semua yang teristimewa harus diberikan, sebagai bentuk penghargaan untuk Putri.

“Kita meeting sambil makan enak, nih?”

“Iya dong, Put. Eh, bawa siapa, nih?”

“He he, sekalian lewat, jadi, ya sudah jemput Nesa. Maaf ya Nesa masih pakai seragam sekolah. Salim dulu, nak.”

“Ya ampun, cantiknya kamu, Nak. Lama gak jumpa, terakhir pas SD kali ya, sebelum nyantren. Kalau cantik kayak gini sih, pasti sudah punya pacar, betul?”

“Hush, anakku selalu dididik untuk tidak pacaran selama masih sekolah. Dia harus fokus pada pendidikannya, harus sekolah setinggi-tingginya. Urusan cinta, nanti saja, lah!"

“Ha ha, kaku banget sih kamu, Put! Yuk ah, kita makan-makan dulu. Habis itu kita meeting, bareng Atta juga, nyusul katanya.”

Tampak jejeran makanan dan minuman terhampar di atas meja makan. Dari makanan lokal hingga barat. Dari kudapan jadul hingga modern. Walau hanya meeting kecil, namun Putri dan Nesa tampak merasa sambutannya kepalang mewah.

Di tengah santapan istimewa itu, Atta kemudian hadir dan menyapa seisi ruang makan. 

“Atta, masih ingat sama Nesa? Dulu kamu pernah gendong Nesa pas masih bayi, lho. Terus kamu merengek pengen adik bayi. Ha ha ha. Lucu kalau ingat-ingat kejadian itu.”

“Nesa? Ini, Nesa?” Tanya Atta sembari menunjuk ke arah yang dimaksud. Hatinya kemudian bergetar, melihat kecantikan Nesa yang tidak disangka. 

“Ha ha, Atta sama Nesa gak pernah ketemu lagi ya kayanya? Tau-tau, sudah pada gede aja, nih.”

“Iya, tau-tau Atta mau nikah aja. Andai kalian seumuran, Tante Putri mau deh nikahin kamu berdua. Hi hi.”

“Ha ha, sayangnya Atta sudah ada pilihan lain. Kalaupun mau sama Nesa, ya harus nunggu beberapa tahun lagi, atau setidaknya nunggu Nesa lulus sekolah dulu. Bahkan sampai sudah sekolah setinggi-tingginya.”

“Hush, sudah-sudah, kok kita malah berceloteh yang nggak-nggak soal si calon manten. Maaf ya, Atta. Tante Putri sama Mama kamu cuma becanda, kok. Oh ya, kamu sudah tau kalau Tante dan Nesa bakal ngurusin pernikahanmu?”

“Iya, Atta. Mereka punya wedding organizer keluarga untungnya. Jadi, Mama gak khawatir sama acara pernikahanmu nanti. Pasti bakal bagus banget kalau sudah dipegang Tante Putri. Secara, dulu pas Mama nikah aja, pakai jasanya Tante Putri, lho!”

Nesa menatap Atta, seakan terpesona dengan aura sosok di depannya. Mohon sisakan satu sepertinya untukku, ya Tuhan, ujar Nesa di dalam hati.


Ting!

Yakin Atta akan kamu nikahkan dengan perempuan ini? Lihat, dia tidak sedang di luar kota. Melainkan bertemu dengan pria lain, berkencan di ruang publik. Lihat, mereka mesra, bukan?

Dinda menahan rasa terkejutnya di depan seisi ruangan. Ia bergegas menuju powder room, membuka secara jelas foto-foto laporan seorang saudaranya, yang dipercayakan menguntit keseharian calon menantunya.

Sebuah telepon dari suami Dinda pun masuk.

“Mam, Papa tidak sudi anak kita digitukan oleh si jalang itu!”

“Papa? Papa sudah…”

“Ya, Papa sudah tau. Dan Papa tidak mau tau, pernikahan dengan si jalang itu harus dibatalkan. Dan Mama harus cari pengganti si jalang itu segera!”

“Maksud Papa?”

“Pernikahan harus tetap berlanjut, tapi bukan bersama si jalang itu!”

“Gak mungkin lah, Pa!”

“Papa tidak mau menanggung malu, Ma. Kita harus tetap melanjutkan pernikahan Atta, tapi dengan perempuan lain. Papa tau pasti Mama bisa mewujudkan itu. Sudah ya, Papa ada rapat penting. Nanti kita bicarakan lagi.”


Tut.

Dinda berusaha menahan rasa kesal sekaligus sedih. Seakan tidak ada sesuatu yang terjadi. Bahkan saat Putri dengan semangat mempresentasikan ide kreatif ruangan resepsi pernikahan untuk Atta, Dinda seakan berakting, memperlihatkan keantusiasannya.

“Din, kami janji akan memberikan yang paling terbaik untuk pernikahan Atta. Aku kasih banyak bonus, deh, pokoknya.”

“Terima kasih, Tante Putri. Atta sangat senang melihat presentasi Tante.”

“Ngomong-ngomong, calon manten perempuannya, mana ya? Telat datang atau memang tidak bisa datang? Tante belum pernah bertemu langsung, lho.”

“Mau video call sama Rania, Tan? Aku sambungin sekarang, ya?”


Dinda menatap Atta. Nak, mengapa kemudian ada celah ketidaksempurnaan di dalam hidupmu?

“Yah, sorry ya, Tante. Sepertinya Rania lagi gak bisa diganggu, gak diangkat-angkat, nih.”

No problemo, toh kita masih ada banyak pertemuan lagi.”


Nesa kembali menatap Atta dengan saksama. Bahkan melihat kumis tipisnya saja, Nesa sudah merasa gemas. Di sekolah gue kayaknya gak ada yang sesempurna ini. Ampun deh, kalau ada pasti akan gue gebet duluan!

Dan Dinda melihat tatapan Nesa. Tatapan yang tidak biasa baginya. Seakan menjadi sebuah ide, walau mungkin itu ide terburuk.


“Terima kasih atas ‘sajen’nya ya, Dinda. Kamu memang paling tau deh makanan favoritku. Jadi bikin semangat prepare nikahan anakmu! Kami pamit, ya.”

“Terima kasih banyak juga, Put. Maaf ya kalau ada kekurangan.”

No, tidak ada kekurangan. Pokoknya janji deh, semua akan dibikin sesempurna mungkin untuk pangeranmu itu. Hi hi.”


“Nesa, terima kasih sudah datang, ya. Senang bisa berjumpa sama kamu lagi.”

“Iya, Kak Atta. Nesa juga senang bisa bertemu sama Kak Atta lagi. Oh ya, bisa ketik nomor Kak Atta di hapeku?”

“Boleh.”

Ya Tuhan, mimpi apa hari ini bisa bertemu langsung dengan pangeran tampan. Bisa dapat mudah nomornya, lagi! Walau dia akan jadi suami orang, ya setidaknya, mungkin dia bisa jadi kakak pelindung, hi hi…

---

Dua hari setelah pertemuan itu, Dinda melakukan pertemuan rahasia bersama Putri. Dinda menceritakan tentang apa yang telah terjadi. Putri pun terkejut, memeluk Dinda, dan berkata, “Jadi, aku harus apa, Din?”

Dinda memberikan sebuah amplop dengan tulisan ‘Jodoh Atta’. Putri bergegas membukanya. Dan semakin terkejut tatkala melihat foto Nesa.

“Demi anakku. Dan segenap keluargaku. Putri, kamu mau, kan?”

“Put, kamu adalah sahabatku yang sudah seperti saudara sendiri. Mungkin memang takdir berkata bahwa kita kelak akan menjadi saudara sedarah.”

“Din…”

Bayangan Putri untuk melihat Nesa sekolah setinggi-tingginya pun sirna. Berganti menjadi Nesa yang menjadi seorang ibu muda yang harus mengurus bayinya, melayani suami, dan melupakan cita-cita Nesa untuk menjadi seorang dokter.

"Tidak, Put. Menikah dengan Atta itu mudah. Nesa akan tetap bisa menggapai cita-citanya sesuai harapanmu...," Dinda berkata seakan mengetahui bayangan sahabatnya.

"Tapi, tidak secepat ini, Din. Dia bahkan belum lulus sekolah."

"Aku mohon, Put. Dia masih bisa tetap bersekolah. Menunda punya anak pun, tidak masalah. Aku dan keluarga tidak mau menanggung malu, tidak mungkin kami batalkan pesta besar itu. Harga diri kami kini ada di keputusanmu, pada restumu..."

Putri menghela nafas, lalu memberikan ponselnya.

"Keputusan ada di tangan Nesa, bicaralah padanya..."

__

“Dasar cewek lontay, perebut pacar orang!”

“Ya ampun, masih kecil kok nikah. Mending sekolah dulu yang bener!”

“Kasian Rania, jadi depresi gegara anak kecil ini.”

“Heh, masih sekolah udah nikah? Sama om-om pula. Hih. Matre nih pasti!”

“Gue sih tim Rania! Ayo kita bully si bocah ini, kita report akunnya!”

Ini makan malam pertama Nesa bersama keluarga barunya. Di satu sisi Nesa bahagia bisa mendapatkan seorang pangeran dambaannya, yang bahkan sangat di luar dugaannya. Di sisi lain, Nesa tahu untuk mendapatkan sesuatu yang istimewa, harus rela berkorban mendapatkan sesuatu lain yang tidak ia sangka pula; perundungan dan fitnah. Ya, di luar sana banyak yang mencaci Nesa, tanpa mengetahui cerita sebenarnya.

“Nesa, jangan jadikan beban perkataan orang di luar sana. Di sini ada kami, ada Atta, ada semua orang yang akan melindungimu,” ujar Dinda sembari melemparkan senyuman.

“Dan kamu, Putri, terima kasih sudah menjadi malaikat untuk keluarga kami. Berkatmu, setidaknya kami tidak terlalu malu.”

“Ya, benar. Harga diri saya dan keluarga jadi tidak turun berkat kalian. Bisa-bisanya si jalang itu berani bermacam-macam sama kita! Untung saja ada si cantik Nesa, yang juga mau menjadi pasangan Atta.”

Huft, ya iyalah mau, dia kan sempurna banget, om! Nesa berkata di dalam hati.

“Nesa, Atta, mungkin saat ini belum ada rasa cinta di antara kalian. Namun, Mama dan kami semua berharap, rasa itu segera muncul. Dan setidaknya, tunjukkan kepada dunia bahwa kalian memang pasangan yang sempurna.”

“Atta, saya sebagai Mama keduamu, berharap kamu benar-benar bisa melindungi Nesa. Janji ya, kamu tidak akan menduakan Nesa?”

Atta mengangguk. Nesa memberikan senyuman dan mengeratkan tangannya dengan tangan Atta. 

“Pergilah berkeliling dunia. Bersenang-senanglah berdua. Lupakan semua caci maki warganet miskin yang sok tahu itu. Cheers!”

___

Ting!

Dear Rania. Sekali lagi, aku meminta maaf atas semua yang terjadi. Tapi, kamu tahu kan, kalau ini pun disebabkan oleh kesalahanmu juga? Berhentilah untuk bertindak seakan-akan kamu korban di depan penggemarmu. Aku harap kita kembali menjadi orang asing, yang sedang berusaha menjalani kebahagiaan masing-masing. Ini adalah pesan terakhirku. Mari kita sama-sama beranjak, walau mungkin itu sulit.

Pesan di pagi hari itu membuat Rania semakin menjadi-jadi. Namun Rania tahu, inilah karma yang harus ia dapatkan. Apalah arti sebuah penyesalan, karena tidak akan mengubah Rania menjadi nyonya di keluarga Ardiwinata.



Comments
0 Comments

No comments

Gih kasi komen. Asal jangan nyebelin, berbau SARA dan porno ye. Yang SPAMMING bakal gue HAPUS.

Makasi temen-temen. HAPPY BLOGGING! :*

Powered by Blogger.